Anak desa berlarian, wajah mereka yang lugu tersenyum lebar melihat kedatangan kami. Wajah mereka kukenali satu persatu, membawaku ke masa pertama jumpa mereka. Serasa 14 jam perjalanan dari Jakarta tak dapat menggodaku untuk diam kelelahan, malah kubangkit dan menelusuri desa dan bercengkrama dengan anak-anak.
Di Jakarta kami sudah terbiasa dengan mesin air panas waktu kami mandi, televisi yang bisa kau nyalakan penuh waktu, kendaraan yang semau mu kau pakai, makanan selera barat, pakaian yang anggun, pendidikan yang bisa kau enyam. Namun di tempat ini semuanya berbeda.
Jiwaku bergelora mengingat masa 2 tahun lalu ketika menginjakkan kaki di tanah ini, banyak mimpi yang terlahir di ranjang sedehana dan melalui rak-rak buku seadanya. Berlaskan lantai tanah dan penerangan yang terbatas; asa kami sebagai orang kota, yang telah kami bagikan ke penduduk desa 2 tahun silam.
Kini melihat mereka bersemangat menghidangkan makanan mewah ala mereka untuk kami, bersahaja bersolek menyambut kami dan apa yang kami bawa. Semuanya telah membangkitkan pengharapan saya akan mimpi awal saya untuk masa depan para anak bangsa. Segala mimpi dan cita-cita luhur yang akan selalu hadir di benakku, bersiap untuk kugenapi.